Ahmad Syafii Maarif dan Sorotan Relativisme Kemerdekaan Oleh Bangsa Berpendidikan

- 2 Mei 2023, 06:33 WIB
Ahmad Syafii Maarif/Tangkapan layar
Ahmad Syafii Maarif/Tangkapan layar /YouTube.com/Sekretariat Presiden/

GOWAPOS - Tanggal 2 Mei setiap tahunnya di Indonesia diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional ( HARDIKNAS). Peringatan tersebut juga bentuk penghormatan kepada bapak pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara. Maka tanggal 2 Mei dipilih agar sesuai dengan waktu kelahiran sang pendiri lembaga pendidikan Taman Siswa.

Berbicara tentang sumbangsih Ki Hadjar terhadap dunia pendidikan tanah air memang begitu luas bahkan dampaknya cukup terasa hingga sekarang. Tapi satu hal yang dapat di-highlight dalam tulisan ini adalah kalimat beliau,

“Manusia merdeka yaitu manusia yang hidupnya tidak tergantung pada orang lain, akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri”.

Mungkin sekilas tampak beliau ingin menunjukkan prinsip dasar kemandirian tiap individu suatu bangsa yang harus dimiliki di Indonesia, tapi Ahmad Syafii Maarif menelaah dan melihat dari sisi yang lebih radikal.

Baca Juga: Catatan Sejarah Kelam Dibalik Lahirnya May Day atau Hari Buruh Internasional

Buya Syafii Maarif menyoroti nilai-nilai pendidikan, kemerdekaan, dan komitmen moral dalam teori yang dikemukakan Ki Hadjar Dewantara. Ketiganya, menurut Buya, juga menunjukkan perbedaan mendasar antara manusia dan alam dalam persoalan kemauan bebas. Manusia punya kemauan bebas dan hak untuk membangkang dari aturan alam, sementara alam sulit untuk menghindari kemauan manusia, bahkan lebih sering menjadi korban dari kemauan bebas itu.

Maka untuk menghasilkan manusia yang merdeka tapi juga beradab, wajib memperhatikan secara serius berlakunya kurikulum pendidikan saat ini, efeknya di masa mendatang dan sedikit banyak konversi untuk menjawab tantangan setiap masa.

Apa yang dihasilkan pendidikan

Jalannya fungsi pendidikan di Indonesia mengacu pada UU No. 20 Tahun 2003 pasal 2, yaitu pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Baca Juga: Sandiaga Uno dan Ceruk Suara Islam, Penentu Peta Baru Koalisi Pilpres 2024

Sebenarnya sistem yang dibangun oleh pemerintah dan seluruh pihak sekilas pastinya menuju pada tujuan mulia UU No. 20 tadi, tapi sampai saat ini masih juga hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Dikutip dari laman Kompasiana, data dari UNESCO pada thaun 2000 menunjukkan angka kualitas pendidikan di Indonesia sudah menurun drastis.

Data menunjukkan tahun 1996 peringkat Indonesia masih berada di urutan ke-102, lalu tahun 1997 berada di urutan 99, tahun 1998 turun lagi di 105, hingga 1999 kembali turun peringkat ke-109. Survei dari Political and Economic Risk Consultant (PERC) pada tahun 2020 menunjukkan kualitas pendidikan Indonesia berada di urutan ke-12 dari 12 negara di Asia.

Mungkin pada saat ini sudah ada kenaikan, tapi tidak begitu signifikan. Karena dari hasil analisa beberapa pengamat bahwa sistem kurikulum pendidikan Indonesia terus mengalami bongkar-pasang seiring pergantian rezim pemerintahan. Tentu ini fenomena yang cukup memprihatinkan, sebab masalah pendidikan di Indonesia akan terus bertambah seiring berjalannya waktu dan hanya akan menghasilkan bibit-bibit bangsa yang bermasalah pula.

Salah satu faktor kualitas pendidikan semakin turun juga disebakan tidak adanya standarisasi penetapan pengajar yang sesuai dengan kebutuhan secara nasional. Tidak ada peningkatan kualitas dari para pengajar karena sulit menggali potensi murid. Kebanyakan tenaga pengajar memaksa siswa dan siswinya untuk mempelajari semua mata pelajaran tanpa melihat minat, bakat dan kebutuhan masing-masing.

Satu hal yang penting pula untuk disorot adalah penghasilan atau gaji bagi para tenaga pengajar di setiap sekolah yang masih menjadi problematika. Terkadang tidak sesuainya bayaran dengan perjuangan dalam mendidik tunas bangsa membuat mereka akhirnya beralih profesi dan meninggalkan tugas mulia itu.

Namun tulisan ini tidak akan mengulas secara mendalam fenomena ketimpangan sosial tadi, kembali pembahasan fokus pada apa yang perlu direflektifkan dalam peringatan HARDIKNAS berbahagia ini. Agar mengetahui esensi pendidikan di Indonesia, Ki Hadjar telah membuat distingsi antara pendidikan dan pengajaran, jika dikupas dari konsep kemerdekaan manusia.

Pengajaran sejatinya untuk memerdekakan manusia atas hidup lahirnya, sementara pendidikan memerdekakan hidup batin bagi kaum terdidik. Artinya pengajaran punya relasi dengan kemerdekaan lahiriah manusia, sedangkan pendidikan merupakan ikhtiar meraih kemerdekaan batiniah.

Menurut Buya Syafii, apabila menilik dari perspektif kemerdekaan, maka keduanya saling menopang satu sama lain. Baik konsep pengajaran dan pendidikan mendorong hadirnya manusia secara utuh, lahir, dan batin, baik sebagai warga negara maupun sebagai warga dunia. Maka lahirlah yang disebut Buya di awal membentuk karakter yang tidak jauh dari nilai-nilai pendidikan, kemerdekaan, dan komitmen sebagai manusia Indonesia.

Akan tetapi karena sistem pendidikan yang dibangun tidak pernah sampai pada kata Final, maka hasilnya selalu melahirkan manusia-manusia merdeka secara lahir tapi amoral dalam tingkah laku. Tentu tidak semua, tapi sayangnya perilaku seperti itu ditunjukkan oleh para pejabat penting negeri ini. Kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), menjadi dampak dari ketidakseriusan mengatur program pendidikan secara independen dan berkelanjutan.

Relativisme Kemerdekaan dan Idealisme

Sekedar menunjukkan kemerdekaan lahiriah menandakan hanya konsep pengajaran saja yang berhasil diterapkan di negeri Ibu Pertiwi, sedangkan untuk aktualisasi pendidikan masih begitu minim dirasakan dalam situasi bangsa akhir-akhir ini. Kebebasan yang bersifat ugal-ugalan juga tidak baik diterapkan dalam kultur masyarakat plural seperti di Indonesia.

Untuk meredam anarkisme tingkah laku, jabatan, keputusan dan hak-hak lainnya perlu diberikan batas wajar sesuai aturan perundang-undangan. Poin pentingnya adalah kemerdekaan tidak pernah bersifat mutlak. Kemerdekaan tiap individu harus dibatasi oleh UUD, UU, peraturan, sanksi moral, sistem adat, dan sistem agama. Maka menurut Buya Syafii, menerapkan cara berpikir relativisme kemerdekaan itu sudah sangat mendesak diperlukan demi keberlangsungan kehidupan bersama antar manusia.

Adanya kontrak sosial dalam berbangsa dan bernegara melahirkan kedamaian serta kesatuan yang lebih kokoh untuk peradaban berkemajuan. Lanjut Buya, kemerdekaan indivu dengan batas yang sangat jauh hanya akan memunculkan anarkisme, sehingga berdampak pada hancurnya pabrik sosial masyarakat. Walaupun anarkisme muncul dengan gelombang tidak terlalu besar tetapi sudah cukup meresahkan.

Maka perlu dipangkas pada kuncupnya agar tidak menjalar bagaikan bunga api liar yang membakar pondasi keindonesiaan dalam perintah sila kedua dan sila ketiga, ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab, dan Persatuan Indonesia’. Relativisme kemerdekaan hasil kontemplasi Buya bisa terealisasikan melalui pengajaran dan pendidikan tiga potensi dasar yakni potensi intelektual (kognitif), potensi spiritual (batiniah), dan potensi fisikal (lahiriah).

Jika ketiganya berjalan beriringan dalam proses pengajaran dan pendidikan bangsa, bukan tidak mungkin menghasilkan manusia unggul dengan bekal idealisme nasional yang tidak perlu diragukan lagi kualitasnya. Sampai saat ini rasanya sulit mencari sosok yang bisa menjadi teladan bagi tegaknya idealisme dan manusia beradab seperti para tokoh bangsa pra kemerdekaan.

Pesan dari (Almarhum) Ahmad Syafii Maarif dalam tulisannya berjudul “Memudarnya Idealisme”, berpesan agar,

“Pudarnya idealisme tidak boleh dibiarkan berlanjut terus-menerus. Pendidikan Indonesia harus segera bertindak memulihkannya ke posisi tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tutupnya.***

Editor: Andi Novriansyah Saputra

Sumber: Buku Al Quran untuk Tuhan Atau untuk Manusia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x