Urban Legend TUJUA RI GALESONG, Tujuh Gadis Bangsawan Belia Bersaudara yang Kena Kutukan

10 Oktober 2023, 18:21 WIB
Ilustrasi /Tangkap Layar YouTube/Aldebaran Antares/

GOWAPOS - Dibalik paras cantik dengan busana adat wanita bangsawan Makassar, namun sosok Tujua ri Galesong menjadi momok yang menakutkan dan bukan cerita belaka bagi masyarakat di pesisir Pantai Galesong.

Stigma pertama ketika mendengar kata Tujua ri Galesong yang ada dibenak adalah hal yang tidak baik, orang kesurupan, sakit dan terkena guna-guna (santet).

Tujua ri Galesong begitu tersohor dengan guna-gunanya (santet), menurut kepercayaan masyarakat umum ilmu tersebut banyak digunakan oleh dukun atau secara langsung mendatangi makam Tujua dengan menyiapkan mahar (tumbal). Biasanya penyakit santet yang ditimbulkan oleh tujua sangat sulit untuk disembuhkan.

Pada zaman dahulu, cara yang terbukti efektif untuk pengobatan penyakit ini ditempuh dengan cara melakukan royong (bacaan kisah yang dilagukan). Dengan mengungkit-ungkit kisah terjadinya kutukan yang menimpa Tujua. Bertujuan agar mereka merasa dipermalukan dan pada akhirnya meninggalkan tubuh manusia.

Lalu, bagaimanakah sejarah awal mula Tujua ini? Menurut salah seorang tokoh masyarakat Beba bernama Jatting Daeng Pali, awal mula kemunculan makan tujua hanya satu kemudian setelah dirawat makam yang pertama, lalu keenam makam lainnya muncul satu persatu, dikutip dari YouTube Channel Mitologi Bumi Sulawesi.

Sedangkan peristiwa yang melatarbelakangi yakni pada saat melaksanakan ratib senin yang dilakukan oleh Karaengta Data. Pada peristiwa itu Karaengta Data berkata "kalian itu akan menjadi setan". Setelah dikutuk seperti itu, ia (tujua) pun berkata, "kami pun punya permintaan kepada tuhan".

Sejarah Tujua Ri Galesong

Pada tahun 1978 M di era itu terjadi kisruh dalam pemerintahan Kerajaan Gowa. Karena banyaknya pergerakan-pergerakan yang mengatas-namakan titisan batara Gowa. Karaengta Data tampil di Kerajaan Gowa dan memaklumatkan dirinya sebagai Sombayya ri Gowa atas desakan sebagian besar rakyat Gowa.

I Mannawarri Karaeng Bontolangkasa Sultan Abdul Hadi Tumenanga Ri Sambungjawa sebagai Raja Gowa ke-29 saat itu dibantu oleh pasukan VOC, memerangi Karaengta Data. Hingga pada tahun 1812 M Karaengta Data akhirnya menetap sementara di Beba Galesong. Karaengta Data yang dikenal memiliki latar keilmuan yang multi kompleks sebagai seorang tokoh yang melegenda, tak terkecuali dalam hal agama.

Kehadiran Karaengta Data di Galesong pada masa itu dimanfaatkan masyarakat Galesong untuk mempelajari agama dari beliau. Sehingga seringnya diadakan ritual keagamaan yakni bacaan Ratib "a'rate" (menyampaikan ajaran Islam dari kita suci). Setiap malam senin dan malam jumat yang dilakukan secara berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah yang lain (a'rate sanneng, a'rate juma').

Dalam melaksanakan rutinitas keagamaan tersebut, dihadiri oleh masyarakat hingga para bangsawan-bangsawan Galesong pada masa itu. Namun, sebuah peristiwa tercela menistai ritual sakral tersebut. dan menjadi awal kisah gelap yang menimpa 7 orang gadis belia kerabat bangsawan Galesong ini.

Ketujuh gadis tersebut yang dikenal dengan sebutan Tujua ri Galesong yang bergelar I Mauda. Makam ketujuh gadis tersebut berada di desa Galesong Kota, Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.

Pada waktu itu Karaengta Data di Beba, selama menetap di daerah Galesong, beliau sering melakukan ritual keagamaan. Setiap malam senin dan malam jumat, yang sampai saat ini masih terkenal di Galesong dengan sebutan Rate' Sanneng (Ratib Senin) dan Rate' Jumat (Ratib Jumat).

Setiap pembacaan Ratib dihadiri oleh banyak orang, selain dari para pengikut setia Karaengta Data juga dihadiri oleh segenap bangsawan Galesong beserta kerabatnya. Rupanya suara-suara bacaan ratib itu tidak semua orang di Galesong yang menyukainya.

Ada sebuah keluarga yang merupakan kerabat dekat dari Karaeng Galesong, yang tidak suka mendengar suara bacaan itu. Keluarga itu terdiri dari ayahnya yang bernama Daeng Ta Dg. Baya dan istrinya bernama Daeng Ta Dg. Ngiji. Memiliki tujuh orang putri yang hampir setara perawakannya, sehingga tak bisa diketahui dengan pasti yang mana adik dan yang mana kakak.

Daeng ta Dg. Baya dan Daeng Ta Dg. Ngiji merupakan jamaah ratib yang sangat rajin menghadiri pengajian yang dipimpin oleh Karaengta Data.

Rupanya suara itu cukup mengusik telinga ke tujuh wanita bersaudara ini, sehingga mereka mengejek para jamaah dengan kata-kata yang tak pantas.

"singkamma mami kongkong appirau, anjo tau i rate ballaka" atau diartikan dalam bahasa Indonesia seperti anjing yang menggonggong, orang-orang yang berada di atas rumah.

Tiba-tiba Karaengta Data menghentikan bacaan zikirnya, maka seketika itulah kutukan terhadap ketujuh wanita itu terjadi.

Kutukan ke tujuh gadis tersebut itu kemudian menjadi cacat sesuai dengan tabiat buruk atau kesalahan mereka masing-masing, antara lain:

  1. Daeng Bau (tertua) memiliki cacat pada payudara yang memanjang, diakibatkan karena sering mengungkap aib seseorang.
  2. Daeng Te'ne memiliki cacat pada mata yakni buta, diakibatkan sering melihat atau mencari tahu rahasia orang.
  3. Daeng Kebo memiliki cacat dengan kulit yang rusak, diakibatkan sering memamerkan kulitnya yang putih dan mulus.
  4. Daeng Kanang menjadi gila, sering berdandan dan tertawa-tawa sendiri, diakibatkan terlampau mengagumi kecantikan diri sendiri.
  5. Daeng Puji memiliki cacat berua lumpuh pada kaki, diakibatkan sifatnya yang suka memandang rendah orang lain.
  6. Daeng Baji yang tuli diakibatkan sering mendengarkan cerita tentang aib seseorang.
  7. Daeng Bungko atau yang juga dikenal dengan julukan pepea ri galesong yang bisu akibat dari sering menghina dan menghardik seseorang. Bahkan pepea ini yang dianggap paling jahat dan kejam dari ketujuhnya.

Berbagai macam pendapat dan spekulasi perihal akhir dari peristiwa yang menimpa ke tujuh gadis tersebut. Ada yang beranggapan bahwa setelah ke tujuh gadis ini mengalami cacat pada tubuhnya yang dianggap mempermalukan keluarga bangsawan Galesong. Hingga ketujuhnya diasingkan di tempat terpencil di Bayoa. Adapun anggapan yang mengatakan bahwa akibat dari aib tersebut maka ketujuh gadis itu ditenggelamkan di laut Beba (Ladung) hingga tewas.***

 

Editor: Burhan SM

Sumber: YouTube @Mitologi Bumi Sulawesi

Tags

Terkini

Terpopuler