Ahmad Syafii Maarif dan Sorotan Relativisme Kemerdekaan Oleh Bangsa Berpendidikan

- 2 Mei 2023, 06:33 WIB
Ahmad Syafii Maarif/Tangkapan layar
Ahmad Syafii Maarif/Tangkapan layar /YouTube.com/Sekretariat Presiden/

Jalannya fungsi pendidikan di Indonesia mengacu pada UU No. 20 Tahun 2003 pasal 2, yaitu pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Baca Juga: Sandiaga Uno dan Ceruk Suara Islam, Penentu Peta Baru Koalisi Pilpres 2024

Sebenarnya sistem yang dibangun oleh pemerintah dan seluruh pihak sekilas pastinya menuju pada tujuan mulia UU No. 20 tadi, tapi sampai saat ini masih juga hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Dikutip dari laman Kompasiana, data dari UNESCO pada thaun 2000 menunjukkan angka kualitas pendidikan di Indonesia sudah menurun drastis.

Data menunjukkan tahun 1996 peringkat Indonesia masih berada di urutan ke-102, lalu tahun 1997 berada di urutan 99, tahun 1998 turun lagi di 105, hingga 1999 kembali turun peringkat ke-109. Survei dari Political and Economic Risk Consultant (PERC) pada tahun 2020 menunjukkan kualitas pendidikan Indonesia berada di urutan ke-12 dari 12 negara di Asia.

Mungkin pada saat ini sudah ada kenaikan, tapi tidak begitu signifikan. Karena dari hasil analisa beberapa pengamat bahwa sistem kurikulum pendidikan Indonesia terus mengalami bongkar-pasang seiring pergantian rezim pemerintahan. Tentu ini fenomena yang cukup memprihatinkan, sebab masalah pendidikan di Indonesia akan terus bertambah seiring berjalannya waktu dan hanya akan menghasilkan bibit-bibit bangsa yang bermasalah pula.

Salah satu faktor kualitas pendidikan semakin turun juga disebakan tidak adanya standarisasi penetapan pengajar yang sesuai dengan kebutuhan secara nasional. Tidak ada peningkatan kualitas dari para pengajar karena sulit menggali potensi murid. Kebanyakan tenaga pengajar memaksa siswa dan siswinya untuk mempelajari semua mata pelajaran tanpa melihat minat, bakat dan kebutuhan masing-masing.

Satu hal yang penting pula untuk disorot adalah penghasilan atau gaji bagi para tenaga pengajar di setiap sekolah yang masih menjadi problematika. Terkadang tidak sesuainya bayaran dengan perjuangan dalam mendidik tunas bangsa membuat mereka akhirnya beralih profesi dan meninggalkan tugas mulia itu.

Namun tulisan ini tidak akan mengulas secara mendalam fenomena ketimpangan sosial tadi, kembali pembahasan fokus pada apa yang perlu direflektifkan dalam peringatan HARDIKNAS berbahagia ini. Agar mengetahui esensi pendidikan di Indonesia, Ki Hadjar telah membuat distingsi antara pendidikan dan pengajaran, jika dikupas dari konsep kemerdekaan manusia.

Pengajaran sejatinya untuk memerdekakan manusia atas hidup lahirnya, sementara pendidikan memerdekakan hidup batin bagi kaum terdidik. Artinya pengajaran punya relasi dengan kemerdekaan lahiriah manusia, sedangkan pendidikan merupakan ikhtiar meraih kemerdekaan batiniah.

Menurut Buya Syafii, apabila menilik dari perspektif kemerdekaan, maka keduanya saling menopang satu sama lain. Baik konsep pengajaran dan pendidikan mendorong hadirnya manusia secara utuh, lahir, dan batin, baik sebagai warga negara maupun sebagai warga dunia. Maka lahirlah yang disebut Buya di awal membentuk karakter yang tidak jauh dari nilai-nilai pendidikan, kemerdekaan, dan komitmen sebagai manusia Indonesia.

Halaman:

Editor: Andi Novriansyah Saputra

Sumber: Buku Al Quran untuk Tuhan Atau untuk Manusia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x