Ahmad Syafii Maarif dan Sorotan Relativisme Kemerdekaan Oleh Bangsa Berpendidikan

- 2 Mei 2023, 06:33 WIB
Ahmad Syafii Maarif/Tangkapan layar
Ahmad Syafii Maarif/Tangkapan layar /YouTube.com/Sekretariat Presiden/

Akan tetapi karena sistem pendidikan yang dibangun tidak pernah sampai pada kata Final, maka hasilnya selalu melahirkan manusia-manusia merdeka secara lahir tapi amoral dalam tingkah laku. Tentu tidak semua, tapi sayangnya perilaku seperti itu ditunjukkan oleh para pejabat penting negeri ini. Kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), menjadi dampak dari ketidakseriusan mengatur program pendidikan secara independen dan berkelanjutan.

Relativisme Kemerdekaan dan Idealisme

Sekedar menunjukkan kemerdekaan lahiriah menandakan hanya konsep pengajaran saja yang berhasil diterapkan di negeri Ibu Pertiwi, sedangkan untuk aktualisasi pendidikan masih begitu minim dirasakan dalam situasi bangsa akhir-akhir ini. Kebebasan yang bersifat ugal-ugalan juga tidak baik diterapkan dalam kultur masyarakat plural seperti di Indonesia.

Untuk meredam anarkisme tingkah laku, jabatan, keputusan dan hak-hak lainnya perlu diberikan batas wajar sesuai aturan perundang-undangan. Poin pentingnya adalah kemerdekaan tidak pernah bersifat mutlak. Kemerdekaan tiap individu harus dibatasi oleh UUD, UU, peraturan, sanksi moral, sistem adat, dan sistem agama. Maka menurut Buya Syafii, menerapkan cara berpikir relativisme kemerdekaan itu sudah sangat mendesak diperlukan demi keberlangsungan kehidupan bersama antar manusia.

Adanya kontrak sosial dalam berbangsa dan bernegara melahirkan kedamaian serta kesatuan yang lebih kokoh untuk peradaban berkemajuan. Lanjut Buya, kemerdekaan indivu dengan batas yang sangat jauh hanya akan memunculkan anarkisme, sehingga berdampak pada hancurnya pabrik sosial masyarakat. Walaupun anarkisme muncul dengan gelombang tidak terlalu besar tetapi sudah cukup meresahkan.

Maka perlu dipangkas pada kuncupnya agar tidak menjalar bagaikan bunga api liar yang membakar pondasi keindonesiaan dalam perintah sila kedua dan sila ketiga, ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab, dan Persatuan Indonesia’. Relativisme kemerdekaan hasil kontemplasi Buya bisa terealisasikan melalui pengajaran dan pendidikan tiga potensi dasar yakni potensi intelektual (kognitif), potensi spiritual (batiniah), dan potensi fisikal (lahiriah).

Jika ketiganya berjalan beriringan dalam proses pengajaran dan pendidikan bangsa, bukan tidak mungkin menghasilkan manusia unggul dengan bekal idealisme nasional yang tidak perlu diragukan lagi kualitasnya. Sampai saat ini rasanya sulit mencari sosok yang bisa menjadi teladan bagi tegaknya idealisme dan manusia beradab seperti para tokoh bangsa pra kemerdekaan.

Pesan dari (Almarhum) Ahmad Syafii Maarif dalam tulisannya berjudul “Memudarnya Idealisme”, berpesan agar,

“Pudarnya idealisme tidak boleh dibiarkan berlanjut terus-menerus. Pendidikan Indonesia harus segera bertindak memulihkannya ke posisi tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tutupnya.***

Halaman:

Editor: Andi Novriansyah Saputra

Sumber: Buku Al Quran untuk Tuhan Atau untuk Manusia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x