Kerusuhan Prancis Terus Bergulir, Seorang Nenek Meninggal Ditembak Usai Minta Polisi Hentikan Kekerasan

3 Juli 2023, 04:37 WIB
Ilustrasi kerusuhan. Kerusuhan di Prancis terus berlangsung dan pihak berwenang mempersiapkan diri untuk malam kelima, di mana warga sebut adanya rasisme. /Pixabay/ Abdul goni /

GOWAPOS - Seorang nenek meninggal dunia usai ditembak polisi ketika kerusuhan Prancis terus bergulir, ini perkataan terakhirnya.

Kerusuhan besar-besaran di Kota Paris, Prancis semakin mencekam ketika memasuki malam kelima. Terbaru, seorang nenek meninggal dunia setelah ditembak mati oleh polisi. Hal itu terjadi sesaat setelah ia berhenti di pinggiran lalu lintas untuk menyuarakan keinginannya.

Harapan nenek Nahel

Sebelum meninggal, nenek itu berharap kerusuhan nasional yang dipicu oleh pembunuhannya segera berakhir. Dia juga sempat mengatakan para perusuh menggunakan kematian Nahel, remaja 17 tahun pada hari Selasa lalu sebagai alasan untuk menimbulkan kekacauan dan bahwa keluarga menginginkan ketenangan.

"Saya beritahu mereka (para perusuh) agar segera berhenti," kata nenek itu yang dikutip dari laman Reuters, 2 Juli 2023.

Baca Juga: Fenomena El Nino Kembali Datang Setelah 4 Tahun, Ini Dampaknya Bagi Negara-negara Dunia

Nenek yang diidentifikasi bernama Nadia itu mengaku terpukul dengan kematian Nahel, cucu kesayangannya. Awalnya upaya menyuarakan perdamaian itu ditempuh oleh Nadia sebagai langkah awal menghentikan aksi demonstrasi yang semakin rusuh.

Tapi tidak disangka, ia justru menjadi korban penembakan oleh polisi karena sempat dianggap bagian dari para kelompok perusuh Paris. Kerusuhan terbaru dilakukan pasca pemakaman Nahel hari Sabtu waktu Prancis.

Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin menyatakan telah menurunkan 45 ribu personil kepolisian untuk berjaga-jaga pada Minggu malam. Setelah penembakan terhadap Nahel, para perusuh sudah membuat kegaduhan luar biasa di Kota Paris, mulai dari pembakaran transportasi umum, toko-toko, dan fasilitas publik lainnya.

Atas kerusuhan tersebut Presiden Emmanuel Macron sempat menunda penerbangannya ke Jerman untuk mengatasi krisis terburuk di era kepemimpinannya pasca protes 'Rompi Kuning' pada akhir 2018 lalu.

Baca Juga: Anggota SEAPIL Dorong Keringanan Hukuman Terhadap Aktivis Lingkungan Vietnam, Jalankan Aksi Solidaritas

Kronologi singkat

Mengingat kembali pada pertengahan April, Presiden Prancis telah meminta waktu 100 hari untuk membawa rekonsiliasi dan persatuan ke negara bagian setelah pemogokan terus terjadi dan kadang-kadang protes kekerasan atas kenaikan usia pensiun, yang dianggap mengingkari janji kampanyenya dulu.

Tapi setelah kematian Nahel menimbulkan keluhan lama tentang diskriminasi, kekerasan oleh polisi, dan rasisme sistemik di dalam lembaga penegak hukum terhadap hak asasi manusia dari kelompok-kelompok pinggiran kota berpenghasilan rendah serta ras campuran di kota-kota besar.

Menurut penuturan jaksa penuntut, pihak keamanan yang bertugas saat itu mengaku sengaja melepaskan tembakan mematikan. Kepada penyidik, ia mengatakan ingin mencegah pengejaran polisi yang berbahaya.

Sementara pengacara polisi penembak mengatakan bahwa kliennya tida berniat membunuh remaja itu.***

Editor: Andi Novriansyah Saputra

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler