Dilema Pilih Tetap Puasa saat Bekerja, Berikut Hukum Puasa bagi Kuli dan Buruh Kasar Boleh Batalkan Puasa?

27 Maret 2023, 13:42 WIB
Ilustrasi pekerja Kuli Bangunan /NU Online /

GOWAPOS - Saat memasuki bulan Ramadhan, kerap kali masyarakat diperhadapkan pada sebuah dilema dalam menjalankan puasa, di tengah tuntutan pekerjaan yang mengurus tenaga seperti halnya, Kuli Bangunan dan Buruh Tani.

Lantas, bagaimana hukum berpuasa bagi para pencari nafkah yang bekerja sebagai kuli, tukang bangunan, buruh tani, dan berbagai profesi yang mengandalkan kekuatan fisik sehingga sangat melelahkan ketika bekerja di siang Ramadhan?.

Baca Juga: Pertama Kali dalam Sejarah Chelsea Buka Puasa Bersama di Stamford Bridge, Begini Suasananya

Terlebih, Puasa Ramadhan merupakan salah satu kewajiban yang harus ditunaikan oleh umat Islam. Jika ditinggalkan, akan ada 'denda' yang harus dibayar sesuai ketentuan syariat.

Sementara itu, mencari nafkah juga merupakan kewajiban yang harus dijalani untuk menghidupi keluarga di rumah. Kewajiban ini tak boleh ditinggalkan agar keluarga dapat terus melangsungkan hidupnya.

Berikut penjelasan Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zein fi Irsyadil Mubtadi’in, dengan judul Hukum Kewajiban Puasa untuk Para Pekerja Berat, dikutip di NU Online, Senin 27:Maret.

Baca Juga: 6 Jenis Kurma Terbaik dan Terlaris di Indonesia, Nomor 5 Pemberian Istimewa dari Allah Untuk Kaum Wanita

Di dalam kitab tersebut, Syekh Nawawi terlebih dulu menerangkan bahwa para ulama membagi tiga kategori orang sakit dan statusnya dalam menjalankan ibadah puasa.

Pertama, misalnya diprediksi mengidap penyakit kritis yang membolehkannya tayammum, maka penderita dihukumi makruh untuk berpuasa sehingga diperbolehkan tidak berpuasa.

Kedua, alami penyakit kritis itu benar-benar terjadi atau kuat diduga kritis atau kondisi kritisnya dapat menyebabkannya kehilangan nyawa atau menyebabkan disfungsi salah satu organ tubuhnya, maka penderita haram berpuasa, sehingga wajib membatalkan puasanya.

Baca Juga: 5 Masjid Besar Termegah di Kota Makassar: Ada yang Didesain Ridwan Kamil Hingga Beri Layanan Wifi Gratis

Ketiga, jika sakit ringan yang sekiranya tidak sampai keadaan kritis yang membolehkannya tayammum, penderita haram membatalkan puasanya dan tentu wajib berpuasa sejauh, ia tidak khawatir penyakitnya bertambah parah.

Sama status hukumnya dengan penderita sakit adalah buruh tani, petani tambak garam, buruh kasar, dan orang-orang dengan profesi seperti mereka.

Bagaimanapun wajibnya mencari nafkah, kewajiban puasa Ramadhan perlu dihargai. Apabila pada siang hari puasa terasa berat, maka orang-orang yang berprofesi sebagai kuli, buruh tani, dan pekerja berat lainnya diperbolehkan membatalkan dan mengganti puasa di luar Ramadhan.

Baca Juga: Selain Tahu yang Terkenal, Ternyata Ada 5 MAKANAN KHAS SUMEDANG Lainnya yang Wajib Kamu Coba

Hal senada juga diungkapkan oleh Syekh M Said Ba’asyin dalam kitab Busyrol Karim. Ia menyebutkan bahwa ketika memasuki Ramadhan, para pekerja berat seperti buruh tani yang membantu penggarap saat panen dan pekerja berat lainnya, wajib memasang niat puasa pada malam hari.

Namun, kalau kemudian pada siang hari menemukan kesulitan dalam puasanya, ia boleh berbuka. Tetapi kalau merasa kuat, maka boleh tidak membatalkannya.

Menurut Syekh Said Ba'asyin, tidak ada perbedaan antara buruh, orang kaya, atau sekadar pekerja berat yang bersifat relawan.

Baca Juga: Tata Cara Sahur dan Berbuka Puasa Sesuai Sunnah, Perhatikan Waktu dan Jangan Lupa Berdoa

Jika mereka menemukan orang lain untuk menggantikan posisinya bekerja, lalu pekerjaan itu bisa dilakukannya pada malam hari, itu baik seperti yang dikatakan juga oleh Syekh Syarqawi.

Para pekerja berat boleh membatalkan puasa dalam beberapa kondisi. Pertama, ketika mereka tidak mungkin melakukan aktivitas pekerjaannya pada malam hari.

Kedua, saat pendapatan untuk memenuhi kebutuhan atau pendapatan bos yang mendanainya berbuka terhenti.

Baca Juga: Negara dengan Durasi Puasa Terlama di Dunia, Salah satunya Berpuasa Selama 20 Jam

Mereka bahkan diharuskan untuk membatalkan puasanya ketika di tengah puasa menemukan kesulitan tetapi tentu didasarkan pada kondisi yang darurat.

Sedangkan, bagi mereka yang memenuhi ketentuan untuk membatalkan puasa, tetapi melanjutkan puasanya, maka puasanya tetap sah karena keharamannya terletak di luar masalah itu.

Namun, jika hanya sekadar sedikit pusing atau sakit ringan yang tidak mengkhawatirkan, maka tidak ada pengaruhnya dalam hukum ini.***

Editor: Nurjannah Usman

Tags

Terkini

Terpopuler