Apakah Perempuan Yang Sedang Menstruasi Bisa Memperoleh Malam Lailatul Qadar?

12 April 2023, 08:15 WIB
Berdzikir, adalah salah satu ibadah yang bisa dilakukan oleh wanita yang sedang mengalami menstruasi. /Pixabay/iqbalnuril/

GOWAPOS - Lailatul Qadar merupakan malam yang penuh dengan kemulian dan dijuluki dengan 'Malam Seribu Bulan'.

Malam Lailatul Qadar ada di dalam 10 hari terakhir di bulan ramadan, meskipun kedatangnya dirahasiakan oleh Allah SWT, supaya orang-orang yang beriman lah yang bisa merasakan datangnya Malam Lailatul Qadar.

Biasanya keutamaan dan syafaat malam Lailatul Qadar bisa diisi dengan berdoa, berdzikir dan tadarus Al-Qur'an, dengan berharap Allah bisa mengampuni dosa-dosa kita selama hidup.

Saking banyaknya orang yang berlomba-lomba untuk menunggu datangnya Malam Lailatul Qadar, perempuan yang tengah menstruasi pun ingin merasakan datangnya malam Lailatul Qadar. Sayangnya harus dilema, karena menstruasi sendiri membatasi seorang wanita melakukan ibadah tertentu.

Meskipun wanita yang sedang menstruasi memiliki larangan untuk melakukan beberapa ibadah seperti salat, puasa, dan lainnya. Namun, mereka juga masih berpeluang untuk mendapatkan pahala di Malam Lailatul Qadar.

Baca Juga: Niat dan Tata Cara Mandi Wajib Sebelum Melaksanakan Salat Sunah idul Fitri

Hal tersebut diungkapkan oleh Syekh Ahmad bin Salamah Al-Qalyubi (wafat 1069 H) dalam kitabnya:

  وَتُثَابُ الْحَائِضُ عَلَى تَرْكِ مَا حَرُمَ عَلَيْهَا إذَا قَصَدَتْ امْتِثَالَ الشَّارِعِ فِي تَرْكِهِ  

Artinya, “Perempuan haid bisa mendapatkan pahala saat meninggalkan ibadah yang diharamkan baginya, jika dalam haidnya ia berniat mengikuti perintah syariat untuk meninggalkan keharaman.” (Ahmad bin Salamah Al-Qalyubi, Hasyiyata Qalyubi wa Umairah, [Beirut: Dar Al-Fikr], juz I, halaman 114).   

Lantas, sebenarnya apa saja sih ibadah yang bisa dilakukan wanita yang sedang menstruasi apabila beberapa ibadah dilarang untuk dilakukan?

Hal tersebut diterangkan oleh Syekh Nawawi Al-Bantani (wafat 1316 H) dalam kitabnya:  

وَمَرَاتِبُ إِحْيَائِهَا ثَلاَثَةٌ عُلْيَا وَهِيَ إِحْيَاءُ لَيْلَتِهَا بِالْصَّلَاةِ وَوُسْطَى وَهِيَ إِحْيَاءُ مُعْظَمِهَا بِالْذِّكْرِ وَدُنْيَا وَهِيَ أَنْ يُصَلِّيَ الْعِشَاءَ فِيْ جَمَاعَةٍ وَالصُّبْحِ فِيْ جَمَاعَةٍ وَالْعَمَلِ فِيْهَا خَيْرٌ مِنَ الْعَمَلِ فِيْ أَلْفِ شَهْرٍ وَيَنَالُ الْعَامِلُ فَضْلَهَا وَإِنْ لَمْ يَطَّلِعُ عَلَيْهَا عَلَى الْمُعْتَمَدِ

Artinya, “Tingkatan dalam menghidupkan Lailatul Qadar ada tiga (3). Yang tertinggi adalah menghidupkan Lailatul Qadar dengan melakukan shalat. Sedangkan, tingkatan yang sedang ialah menghidupkan Lailatul Qadar dengan dzikir. Adapun tingkatan terendah ialah dengan melaksanakan shalat Isya dan Subuh secara berjamaah. Melakukan hal tersebut pada malam Lailatul Qadar lebih baik ketimbang malam lainnya selama 1000 bulan, dan orang yang melakukannya akan mendapatkan keutamaan meski tidak menyaksikan Lailatul Qadar menurut pendapat mu’tamad.” (Muhammad bin Umar Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadiin, [Beirut: Dar Al-Fikr], juz I, halaman 198).***

Editor: Burhan SM

Sumber: nu.or.id

Tags

Terkini

Terpopuler