Muhammadiyah Gunakan Metode Hisab Tentukan Hari Raya Idul Fitri, Ini Penyampaian Prof. Yunahar Ilyas

- 17 April 2023, 08:11 WIB
Ilustrasi tanggal
Ilustrasi tanggal /YouTube.com/Pahamify/

GOWAPOS - Ini penjelasan mengenai alasan ormas Islam Muhammadiyah menggunakan metode hisab dalam menentukan hari raya Idul Fitri.

 

Menyambut hari raya Idul Fitri, setiap umat Islam tentu menunggu keputusan para ulama dan pemuka agama yang ahli di bidangnya untuk menjelaskan hal itu kepada publik.

Termasuk di Indonesia, terdapat agenda Sidang Isbat yang dipimpin oleh Kementerian Agama RI dengan mengundang perwakilan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta seluruh ormas Islam lainnya guna menemukan kata sepakat penentuan 1 Syawal.

Tapi seperti biasa sebelum memasuki pelaksanaan Sidang Isbat, Muhammadiyah sudah lebih awal menentukan awal Ramadhan dan Syawal atau hari raya Idul Fitri. Hasil penentuan tersebut diperoleh dari metode hisab.

Baca Juga: SInopsis Film LOSMEN BU BROTO Kembali Tayang di Disney Plus Hotstar: Tentang Masalah Terpendam dalam Keluarga

Metode hisab bukan hal baru di dunia Islam. Bahkan setelah adanya perkembangan teknologi dalam disiplin ilmu perbintangan dan benda-benda langit atau penetuan kalender, kaum Muslimin telah mengambil ikhtiar hisab untuk mengabarkan informasi itu.

Perpindahan dari rukyat ke hisab

 

Prof. Dr. Yunahar Ilyas, MA. selaku bagian dari keluarga besar Muhammadiyah menuturkan alasan penggunaan metode hisab secara terperinci. Namun ia memulainya dari penggunaan metode rukyat yang sering digunakan oleh pemerintah Indonesia.

Baca Juga: Telah Dibuka! Jadwal Kereta Api Rute Malang - Blitar Tanggal 17 April 2023, Ada 5 Waktu Keberangkatan

"Dalam hadits Nabi tentang rukyat itu perintah yang ada illat nya. Ada kausanya, ada sebabnya. Kita bisa baca di riwayat lain, Nabi mengucapkan kita itu umat yang buta huruf, tidak bisa menulis dan tidak bisa berhitung. Menulis dan berhitung yang dimaksud dalam kaitan awal bulan adalah menghitung posisi bulan, tatkala matahari terbenam, pada tanggal 29 bulan berjalan," katanya dilansir dari kanal YouTube KAJIANMU PWPM DIY.

Pada masa lalu, ketika ilmu menghitung belum masuk di Jazirah Arab atau di lingkungannya Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, maka penentuan awal bulan Ramadhan dan Syawal harus melihat posisi hilal secara langsung.

Kemudian saat melakukan proses rukyat terjadi mendung sehingga bulan tidak dapat terlihat, maka tanggal bulan Ramadhan digenapkan hingga 30, sebelum memasuki 1 Syawal sesuai hadits Nabi riwayat Ibnu Abbas.

Menurut Prof. Yunahar, dalil Nabi memerintahkan rukyat terdapat sebab atau keterbatasan yang terjadi di masa itu. Karena situasi sekarang teknologi sudah canggih dan sudah ada disiplin ilmu falak yang bisa membantu perhitungan bulan serta benda-benda langit lainnya, maka Muhammadiyah meyakini metode hisab dapat digunakan.

"Muhammadiyah melihat tidak ada salahnya kita berpindah dari menggunakan metode rukyat menjadi metode hisab," pungkasnya.***

Editor: Andi Novriansyah Saputra


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah