Mereka yang lebih memilih paslon tanpa sosok itu merupakan simpatisan dan pemilih loyal Walikota sebelumnya, Mohammad Ramdhan Pomanto.
Pada akhirnya, kedua contoh pemilihan tadi berujung dengan meredamnya polarisasi tajam antara masing-masing pendukung.
Poin pentingnya adalah polarisasi tidak dirawat dan diasuh selama proses pemerintahan baru berlangsung.
Tapi sang pemenang kontestasi merangkulnya, lalu menjalankan amanah titipan dari mereka yang sebelumnya berseberangan.
Politik era demokrasi membuka lebar pintu musyawarah, silang pendapat untuk membentuk sebuah kelompok yang lebih kuat dan solid.
Mungkin hal itu yang sedang dipersiapkan oleh masing-masing koalisi parpol Pemilu 2024.
Untuk sementara, polariasi yang dimunculkan oleh masing-masing koalisi masih menyesuaikan dengan konstituen anggota parpol.
Tapi satu hal yang pasti untuk sementara waktu, suara mayoritas umat Islam terbagi ke masing-masing koalisi.
Koalisi perubahan punya “kiblat” bernama PKS, koalisi Indonesia bersatu (KIB) punya Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), serta koalisi kebangkitan Indonesia raya memiliki PKB dengan basis suara warga Nahdliyin.
Golkar vs PDIP
Jurgen Habermas, seorang filsuf kenamaan asal Jerman menawarkan konsep ruang publik yang bukan berangkat dari realita publik pada umumnya.