"Pak Luhut perspektifnya benar, tapi tidak lengkap. Karena mesti membaca dimensi sejarah di tahun 65, di mana poros Beijing-Jakarta-Pyongyang itu dianggap intervensi besar-besaran China terhadap Indonesia. Semua memori kolektif itu masih ada sekarang dengan terhubung secara emosional karena menganggap China mengambil jatah, bahkan pekerja bawahan dari pusat pertambangan di Sulawesi terutama, Halmahera," kata Rocky Gerung.
Berangkat dari pengetahuannya itu, Rocky menganggap China tetap dalam proses ekspansi ekonomi terutama di Indonesia.
Kemerosotan ekonomi yang terjadi di China akibat dari dukungan terhadap Rusia, dinilai Rocky Gerung bukan sebagai acuan bahwa sistem dagang mereka dalam keadaan kurang baik.
Justru di samping itu proses ekspansi lainnya, seperti aneksasi Taiwan terus berjalan dan rencana pencaplokan Laut Cina Selatan.
"Tentu pak Luhut mengetahui China mengincar sumber daya mineral entah apa yang berada di bawah Laut Cina Selatan. Tetapi China memaksa diri untuk mengontrol di sana, artinya ada nilai ekonomi selain ikan, mungkin gas atau cadangan apalah," ujar Rocky Gerung.***