Jelang Peringatan Hari Anti Tambang, JATAM: Indonesia Masih dalam Cengkraman Kolonialisme Ekstraktivisme

- 23 Mei 2023, 05:04 WIB
Ilustrasi Tambang Emas. Jatam ajak masyarakat sebarkan surat edaran tolak tambang emas di Trenggalek.
Ilustrasi Tambang Emas. Jatam ajak masyarakat sebarkan surat edaran tolak tambang emas di Trenggalek. /Pixabay/RitaE

GOWAPOS - Jaringan Advokasi Tambang atau disingkat JATAM mengeluarkan pandangan jelang peringatan Hari Anti Tambang Nasional.

Tanggal 29 Mei setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Anti Tambang Nasional oleh salah satu lembaga yang fokus meneliti tentang masalah pertambangan yaitu JATAM. Pada edisi tahun 2023 ini, JATAM mengeluarkan informasi terkini tentang aktivitas perusahaan tambang yang seringkali memberikan dampak buruk terhadap lingkungan.

Sejarah Hari Anti Tambang

JATAM melalui Muh. Jamil menyampaikan alasan dibentuknya Hari Anti Tambang (HATAM), yang diawali dari sebuah pertemuan nasional JATAM seluruh Indonesia, pada tahun 2010.

"Tanggal 29 Mei diplih sesuai dengan semburan pertama lumpur Lapindo yang terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur, pada 2006 lalu. Semburan lumpur Lapindo di Jawa Timur merupakan skandal terburuk pasca era Soerharto di sektor bisnis pertambangan," katanya, dilansir dari kanal YouTube JATAM Nasional, 22 Mei 2023 malam.

Baca Juga: Harapan Organisasi Jatam Terhadap Pemerintah Pasca Konflik di PT. GNI: Bebaskan Karyawan yang Ditahan

Berdasarkan hasil pengamatan mereka dalam peristiwa semburan lumpur yang sangat berbahaya di Sidoarjo itu diperkirakan adanya aktivitas kolusi oleh para pebisnis pertambangan dengan kantor-kantor pengurus negara di sekitarnya.

Pada akhirnya, pemerintah daerah harus mengeluarkan dana begitu besar untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh kelalaian sebuah perusahaan tambang. Padahal dana sebesar itu tentu akan sangat bermanfaat bagi masyarakat di desa sekitar, seandainya peristiwa tersebut tidak terjadi.

"HATAM didasari bahwa hingga hari ini seluruh pulau darat, pulau kecil, pesisir, hingga laut menjadi ruang penaklukan baru bagi bisnis pertambangan. Hari ini juga segelintir elit politisi, pengusaha, hingga pelaku bisnis pertambangan justru menjadi penentu untuk apa ruang-ruang tersebut dan bagaimana caranya ruang-ruang penaklukan tadi akan dikeruk," ujar Muh. Jamil.

Tema HATAM 2023

Kesadaran akan pentingnya mengkampanyekan nasib para masyarakat kelas bawah, terutama para nelayan, petani dan buruh yang terkena dampak buruk dari aktivitas pertambangan di daerahnya, maka pada HATAM tahun 2023, JATAM mengeluarkan tema besar yaitu Kolonialisme Ekstraktivisme.

Baca Juga: JATAMNAS dan WALHI Ungkap Krisis Lingkungan di Lokasi KTT Ke-42 ASEAN di Indonesia, Ini Fakta yang Ditemukan

Tema tersebut semakin yakin untuk mereka bawa sebagai hasil perenungan dan pengamatan di lapangan, terutama jaringan yang menjadi korban dari ekstraktivisme. Bagi Muh. Jamil, model Kolonialisme Ekstraktivisme di bidang perekonomian nasonal telah menimbulkan kerusakan berbagai sektor dan itu sangat berpengaruh dalam produksi dan konsumsi.

"Ekonomi ekstraktivisme ini menciptakan yang biasa kita sebut adalah kesakitan lintas generasi. Karena kerusakan yang diciptakan tidak dapat pulih dengan serta-merta. Setelah tambang nikel, tambang emasnya pergi misalnya, wilayah yang menjadi pusat penambangan tadi tidak akan pulih. Mungkin butuh ratusan tahun, bahkan lintas generasi," katanya.***

Editor: Andi Novriansyah Saputra

Sumber: YouTube JATAM Nasional


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x