“Ini karena keduanya saling menghormati, saling memberi manfaat, dan lebih menekankan hubungan dari hati ke hati, bukan pocket to pocket. Benefit itu hanya akibat dari hadirnya rasa saling percaya,” katanya.
Gobel mengatakan, Jepang hadir di Indonesia bukan hanya untuk membuat produk lalu menjualnya, tapi yang utama dan pertama adalah membangun sumberdaya manusianya terlebih dulu.
“Sebelum membuat produk maka yang pertama harus dilakukan adalah menyiapkan sumberdaya manusianya. Dalam budaya Jepang tidak ada konsep mempekerjakan manusia tapi memanusiakan manusia. Contohnya investasi otomotif Jepang di Indonesia yang sangat mengakar. Ini karena dimulai dengan penyiapan sumberdaya manusia. Jadi transfer teknologi sudah terjadi. Dimulai dengan transfer of job lalu transfer of know how, dan akhirnya substansi transfer of technology. Itulah tahap-tahap transfer teknologi,” katanya.
Baca Juga: Aksi Pembakaran Al-Quran di Stockholm Picu Protes, Pelaku Berencana Akan Lakukan Tindakan Berikutnya
Karena itu dalam investasi Jepang di Indonesia, katanya, Jepang tak membawa banyak tenaga kerja. Hal itu, katanya, bisa dilihat pada investasi di bidang otomotif maupun dalam pembangunan MRT di Jakarta.
Lebih lanjut Gobel mengatakan, Indonesia memiliki sumberdaya alam dan pasar yang besar.
Sedangkan Jepang memiliki keunggulan di bidang teknologi dan pengalaman sebagai negara yang maju lebih dulu.
“Jadi kedua negara saling melengkapi kelebihan dan kekurangan masing-masing. Investasi Jepang juga membuka lapangan kerja yang besar bagi penduduk Indonesia. Produk Jepang di Indonesia juga diekspor ke negara-negara lain. Ini bukti adanya transfer teknologi. Ke depan, bagaimana memperkuat investasi di bidang pertanian, pangan, dan kesehatan. Hubungan di bidang pendidikan yang sudah bagus harus ditingkatkan lagi,” katanya.