JATAM: Perempuan Tidak Pernah Dilibatkan dalam Perizinan Tambang, Justru Sering Dapat Tindakan Represif

26 Juli 2023, 19:27 WIB
Ilustrasi seorang perempuan menyampaikan aspirasinya /Instagram.com/@jatamnas/

GOWAPOS - Aktivis JATAM ini bicara tentang perempuan pembela HAM dalam konteks persoalan perizinan tambang di berbagai tempat.

Peran perempuan seringkali diabaikan dalam menyangkut beberapa persoalan penting dalam negeri. Terutama di lingkungan komoditas tambang, masih terlihat adanya tindakan represif dan mengabaikan kelompok perempuan.

Kondisi perempuan pembela HAM di lapangan

Menjelaskan situasi yang kerap ditemukan di lapangan, aktivis dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Hema Malini Situmorang juga mengungkapkan tindakan represif aparat terhadap para perempuan pembela HAM.

Baca Juga: Jelang Peringatan Hari Anti Tambang, JATAM: Indonesia Masih dalam Cengkraman Kolonialisme Ekstraktivisme

"Sebenarnya tantangan faktor-faktor eksternal datang dari negara itu sendiri. Kalau bicara tentang apa yang dialami para perempuan pembela HAM. Misalnya pengalaman saya pribadi, mendapat intimidasi, teror, kekerasan secar fisik, dan begitu juga dengan teman-teman lainnya saya kira," katanya dilansir dari live Instagram @solidaritasperempuan dalam podcast bertema "Yang Luput dari Kita Saat Bicara Perempuan Pembela HAM".

Sebagai pendamping untuk kelompok masyarakat yang diabaikan dalam masalah perizinan tambang, Hema dan teman-temannya di JATAM juga mendapatkan tantangan serius dari pemerintah setempat sehingga menyulitkan mereka merealisasikan aspirasi.

Baginya, tantangan yang dihadapi terutama terhadap perempuan di lokasi tempatnya melakukan pendampingan adalah sikap maskulinitas oleh perusahaan tambang, serta tidak dilibatkannya perempuan-perempuan desa dalam urusan perizinan pengambilan lahan warga untuk aktivitas pertambangan.

"Beberapa wilayah yang juga berjuang bersama JATAM didapati pula tantangan misalnya tantangan yang bisa kita sebut sangat maskulin, di samping karakternya yang memang merampas harta, kemudian mengeruk lahan dalam skala besar, melakukan perusakan lingkungan. Ini juga sejak awal perempuan-perempuan yang ada di desa tidak dilibatkan," ujar Hema Malini Situmorang.

Baca Juga: Harapan Organisasi Jatam Terhadap Pemerintah Pasca Konflik di PT. GNI: Bebaskan Karyawan yang Ditahan

Hema turut menyampaikan rasa kesalnya atas beberapa fakta kekerasan terhadap perempuan desa di lokasi tambang oleh aparat keamanan negara. Karena itu ia menganggap justru negara telah menjadi aktor pelanggaran HAM, meski di sisi lain sudah banyak agenda deklarasi HAM di mana negara juga ikut terlibat.

Melawan intimidasi terhadap perempuan

Selan perwakilan dari JATAM, hadir pula perwakilan dari Solidaritas Perempuan daerah Palembang Emilia. Ia menceritakan tentang pengalaman pribadinya memilih jalan sebagai perempuan pembela HAM, meskipun banyak kritik yang diberikan dari masyarakat luar serta di internal keluarganya sendiri.

Lalu ada pula perwakilan dari Solidaritas Perempuan daerah Palu Fitriani S. Pairunan yang menceritakan tekanan-tekanan yang dialaminya setelah berani menyuarakan hak-hak perempuan dalam berbagai masalah serius.

"Ketika kita melaporkan kasus di kepolisian, itu ada tekanan-tekanan sendiri baik kepada kita maupun kepada korban yang kita dampingi. Ini membutuhkan energi yang besar mencari strategi bagaimana intimidasi atau kekerasan-kekerasan baik di kita, maupun para keluarga yang kita dampingi itu terminimalisir," katanya.***

Editor: Andi Novriansyah Saputra

Tags

Terkini

Terpopuler